Rafting at Bingei River

{ Posted on 3:25 PM by Admin }



Gila! Deburan air dan liarnya jeram adalah sensasi yang kami cari. Liukan perahu di atas derasnya sungai, menuju langsung ke jeram yang bergejolak, lalu teriakan kesenangan menggema tak henti. Sementara tubuh basah oleh peluh dan siraman air sungai yang dingin. Namun inilah kenikmatan lain dari arung jeram…

Matahari baru saja menyembul dari ufuk Timur. Jam menunjukkan pukul 06.25 WIB. Dengan mata masih mengantuk, aku meraih ransel dan bergegas memacu sepeda motor. Kurang dari sepuluh menit, aku tiba di Karo Wisata, sebuah biro travel di Jalan Ngumbang Surbakti 73 D Sempa Kata, Padang Bulan, Medan. Tapi biro travel itu masih sepi. Hanya ada dua tiga orang yang duduk di teras sambil menikmati kopi di pagi yang mendung itu. Aku pun dongkol!

Hari itu Sabtu (15/3). Semestinya pukul 07.00 rombongan sudah berangkat menuju Sungai Bingei. Binge Rafting selaku operator wisata (arung jeram), mengundang sejumlah jurnalis dan perwakilan instansi pemerintah untuk mencoba jalur wisata rafting di Sungai Bingai, Namo Ukur, Langkat. Dengan hampir separuh peserta yang datang terlambat, rombongan akhirnya berangkat pukul 09.00.

Di dalam bus wisata eksklusif itu, kantuk kembali menyerang. Entahlah mungkin karena kerja lembur saban malam dan tidur yang hanya tiga jam. Namun semua kantuk sirna saat debur sungai terdengar semilir dari luar sana. Bus merapat di camp site Binge Rafting, Alam Jaya Baru kawasan Namu Sira-sira, Langkat. Hanya dibutuhkan waktu perjalanan satu setengah jam melintasi rute Medan – Binjai – Namu Sira-sira.

Kami menghambur keluar dan menatap lokasi camp site berupa tanah lapang berumput, gazebo-gazebo, dan sebuah pondok asri berdiri tak jauh dari bibir Sungai Bingai. Deburannya sangat menggoda dengan buih-buih air keputihan.

Segarnya udara pagi menjelang siang terasa melapangkan dada. Udara bebas polusi yang menyegarkan. Dan di sebuah gazebo di tepi kolam, sajian kolak pisang dan jagung gerontol berbumbu kelapa muda plus gula sudah terhidang sebagai sarapan pagi. Kopi hangat yang mengepul membuang kantukku. Hmmm…

Sementara jaket pelampung (life jacket), helm, pedal (dayung) sudah tersusun rapi di pinggir lapangan. Siap untuk dipakai. Namun sejumlah ionstruktur di bawah arahan Ade (begitu panggilannya) mengajak kami untuk melakukan pemanasan. Sejumlah permainan olah fisik pun mampu membuat dua puluhan peserta yang sebagaian besar jurnalis dan pewarta foto itu bersemangat.

Setelah pemanasan di rasa cukup. Instruktur menyilakan kami mengambil peralatan perorangan berupa hel, life jacket dan pedal. Setelah pengarahan singkat seluruh rombongan dibimbing menuju sebuah truk yang akan mengantar kami menuju titik start rafting.

Titik Start

Penuh semangat kami mengenakan semua peralatan masing-masing dan melompat naik. Lalu truk pun bergerak menuju jalanan off road pedesaan. Melintasi dua tiga dusun, areal persawahan, kebun, ladang, dan hutan. Sesekali aliran Sungai Bingai terlihat seklitar puluhan meter di sisi kanan.

Senyum dan tawa mengembang dari wajag kami yang semakin tak sabar. Sementara pewarta foto sesekali membidik kameranya ke sejemlah pemandangan dan moment. Rute off road di jalan yang hanya muat satu mobil ini cukup mengguncang namun mengasyikkan. Ha… ha…ha…

Kurang lebih setengah jam, kami tiba di ujung jalan yang semakin menyempit. Ini adalah batas dusun Sanggapura. Menurut Ade, ini adalah titik start kami. Hanya ada sebuah gubuk dan area landai dengan deburan sungai yang memanggil-manggil.

Para instruktur kemudian menyiapkan perahu karet. Memompanya dengan bantuan air pump. Sementara Ade memberi petunjuk teknis berarung jeram. Ia kemudian membagi kami dalam lima kelompok yang menempati lima perahu karet, kira-kira 5 – 7 orang per perahu. Masing-masing dibimbing seorang instruktur terlatih sebagai skipper (kapten) di atas perahu.

Tepat pukul 12.00 siang, masing-masing tim menarik perahunya dari beting sungai menuju riak air.

“Siap! Pegang pedal!” Perintah skipper kami. “Dayung… dayung…dayung!”

Perahu merah kami beranjak ke tengah aliran sungai yang deras. Bergerak menuju jeram pertama.

“Dayung kuat!” seru skipper… dalam dayungan kesekian, perahu berguncang masuk ke jeram. “Huaaaahhh!” jeritan kesenangan terlontar… perahu sedikit berputar mengikuti gelombang jeram. Guncangan penuh sensasi. Percikan air menghantam wajah dan tubuh. Kami berteriak kegirangan. Dan satu jeram pun terlewatkan.

Sensasi Terjun Bebas

Semangat kami terbakar melihat gejolak sungai yang liar. Perahu terombang ambing sempurna di atas buih air yang jernih. Dayung terus bergerak sesuai perintah sang skipper. Perahu terkadang melambat dan melaju. Meniti bebatuan, menghindar gugus bebatuan dan menyongsong jeram demi jeram. Wah!

Namun pada sebuah tikungan tajam sungai yang dipenuhi jeram, skipper mengingatkan agar kami berhati-hati. Ada jeram berbahaya di depan sana, persis di bawah tebing daratan yang menjorok ke sebuah jeram yang lumayan besar. Perahu kami terseret menuju jeram itu …

“Dayung kuat! Dayung kuat!” seru skipper yang bersusah payah mengarahkan perahu. Kami mendayung sekuat tenaga, namun akibat dayungan kami tak senada, perahu terseret menuju jeram terbesar. Liukan dan tarikan sungai terasa melawan di bawah perahu yang berguncang dan terseret hebat. “Waaaahhhh!” perahu kami menghantam jeram, terseret cepat, menghajar sisi tebing… Bluk! Rekan perempuan persis di belakangku terlempar masuk ke sungai… perahu kami miring 60 derajat. Dalam sebuah pantulan kembali normal dan menghajar tebing… oleng dan aku pun terlempar ke derasnya sungai!

Aku kaget saat tahu posisiku berada di bawah perahu. Namun aku ingat petunjuk penting yang sudah diajarkan. Jangan panik dan tetap tenang. Tersedot arus dan terseret sekian meter ke air yang lebih tenang, aku muncul di dekat gugu bebatuan. Dengan mengupayakan agar kaki berada di depan tubuh aku ikuti arus sampai perahu mendekat, lalu rekan-rekan menarikku ke atas perahu…

“Wah… ketahuan deh siapa yang belum mandi!” canda teman-teman di perahu. Sementara tubuhku basah kuyup.

Perjalanan di teruskan, jeram demi jeram di aliran sungai sepanjang 10 km kami tempuh dengan sangat bersemangat. Teriakan demi teriakan, sensasi demi sensasi, swungguh petualangan yang mengasyikkan.

Sampai akhirnya, skipper merapatkan perahu di pantai sungai. Di depan sana adalah pintu dam. Menurut pemandu kami, ini adalah trek yang paling menantang. Seberapa ganasnya? Pikirku. Ternyata perahu kami akan melintasi sebuah tebing air setinggi 8 meter dengan kemiringan lebih dari 45 derajat!

Setelah istirahat dan pengarahan sekian menit di tepi sungai, skipper kemudian memandu kami menuju jeram “terjun bebas” di pintu dam. Sedikit tegang, kami mengayuh perahu perlahan menuju riak air. Suara air terjun terdengar keras. Sejumlah warga sekitar sudah memenuhi jembatan bendungan Namo Sira-sira. Agaknya ingin menyaksikan aksi kami di air terjun itu.

Perahu semakin mendekat ke bibir jeram. “Tarik Dayung! Posisi siap!” perintah skipper. Kami serentak mengangkat dayung dari air dan membaringkan tubuh sembari memegang tali di tepian perahu… sekian detik kemudian deburan terdengar kencang, perahu kami terseret air dan meluncur di air terjun… wushhh… “Aaaahhhh!” Blar! Oersikan keras air menghajar perahu, menyiram kami dengan dahsyatnya.

Luar biasa! Sebuah sensasi luar biasa. Gejolak adrenalin naik ke kepala… aku menatap ke belakang. Tebing air itu sudah kami lewati… gemuruh keras suaranya seakan memanggil untuk kembali ke sana!

No Response to "Rafting at Bingei River"

Post a Comment